Monday, 1 March 2010

Saatnya Berkendara Tanpa Asap

Asap kendaraan hasil pembakaran bahan bakar fosil adalah penyumbang terbesar gas-gas rumah kaca yang memengaruhi perubahan iklim dunia. Karena itu, sudah saatnya kini berkendara tanpa asap, yaitu dengan menggunakan sumber energi ramah lingkungan untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran.

Berbagai upaya menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil dengan energi ramah lingkungan seperti sel surya, bahan bakar nabati, atau etanol dan fuel-cell yang menggunakan hidrogen dan oksigen telah dirintis di banyak negara, termasuk juga Indonesia.

Sejak hampir sepuluh tahun lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di antaranya telah merintis pembuatan otomotif non-BBM (bahan bakar minyak).

Dua divisi di LIPI, yaitu Pusat Penelitian Fisika serta Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, sejak 1998 sudah mengkaji potensi pengembangan teknologi transportasi berbahan bakar listrik itu. Hasil pengkajian lembaga tersebut kini sudah menghasilkan berbagai prototipe sepeda, sepeda motor, dan mobil dengan sumber energi listrik.

Kepala Pusat Penelitian tenaga Listrik dan Mekatronika Mochamad Ichwan menjelaskan, E-Moto yang dipamerkan beberapa waktu lalu telah menunjukkan terobosan penting. Terobosan itu berupa harga yang relatif murah, sehingga produk relatif terjangkau.

"Berbagai komponen seperti baterai dan dinamo untuk motor listrik sebetulnya masih cukup mahal. Tetapi, E-Moto dapat dijual dengan harga Rp 4 jutaan dengan komponen baterai dan dinamo impor dari China. Produk yang murah ini yang masih sulit ditandingi jika ingin diproduksi di Indonesia," kata Ichwan.

Dewasa ini, pihak swasta pun telah mulai memasarkan produk sejenis. Pada pameran teknologi transportasi di Departemen Perindustrian, 6-8 Juni 2007, test drive atau uji coba mengendarai sepeda motor listrik (E-Moto/Electric Motor) paling menyedot perhatian pengunjung. E-Moto dikendarai hanya di halaman parkir gedung tersebut.

Ungkapan yang paling sering terucap setelah mengendarai sepeda motor listrik dengan baterai kering itu adalah rasa heran bercampur senang karena tak ada asap dan suara bising. Berkendara dengan sepeda motor yang tanpa menimbulkan asap ternyata sudah lama menjadi harapan banyak orang.

E-Moto hasil produksi PT Honoris Indonesia di bawah PT Modern Photo Tbk yang dipamerkan saat itu bukanlah satu-satunya produk teknologi transportasi ramah lingkungan yang ada saat ini. Apalagi seperti di Jepang atau China sudah sangat populer bagi warganya untuk mengendarai sepeda listrik maupun sepeda motor listrik di tengah-tengah kota.

Kapasitas produksi

Manajer Pemasaran Divisi E-Moto PT Modern Photo Tbk Teguh P Santoso menjelaskan, produk itu telah diluncurkan Februari 2007. Perusahaannya kini memiliki kapasitas produksi mencapai 1.000 unit E-Moto dalam sebulan. Sistem baterai yang digunakan tidak jauh berbeda dengan baterai pada telepon genggam. Sama sekali tanpa perawatan.

Dalam kondisi masih sempurna, baterai yang di-charge (diisi listrik) selama delapan jam mampu digunakan untuk menempuh jarak 80 kilometer dengan kecepatan maksimum 40-50 kilometer per jam.

Berbagai tipe E-Moto yang dijual dengan harga terendah berkisar Rp 4,4 juta itu bisa tergolong sebagai teknologi transportasi yang hemat.

Menurut Teguh, kebutuhan listrik untuk menempuh 80 kilometer itu sebesar 1,5 kilowatt jam (kWh). Jika dihitung sesuai tarif dasar listrik 1 kWh saat ini Rp 600, maka biaya yang dibutuhkan untuk menempuh jarak 80 kilometer adalah Rp 900.

Kemampuan daya tahan baterai paling optimum mencapai dua tahun, sedangkan dinamo sebagai penggerak roda dengan daya tahan optimum mencapai lima tahun. Untuk penggantian baterai dengan tegangan 48 volt itu saat ini memiliki harga sebesar Rp 500.000.

Bayangkan, asap sebagai polutan udara yang mengandung karbondioksida hasil pembakaran mesin pada sepeda motor, mobil, bus, kereta api, pesawat udara, dan kapal pada saatnya nanti akan hilang sama sekali!

Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Rinaldy Dalimi, dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap bidang ilmu teknik elektro belum lama ini, menyebut masa itu sebagai masa hasil Revolusi Teknologi Energi. Revolusi Teknologi Energi itu nantinya disebut sebagai Revolusi Industri Keempat.

Revolusi Industri Pertama, saat James Watt menemukan mesin uap pada 1755. Revolusi Industri Kedua, ketika Nikola Tesla pada 1888 menemukan arus listrik bolak-balik. Revolusi Industri Ketiga, ketika beberapa dekade ini dikembangkan internet sebagai hasil Revolusi Informasi Global.

Revolusi Industri Keempat, tidak lain nantinya sebagai Revolusi Teknologi Energi. Revolusi itu terjadi ketika ada lompatan besar di bidang teknologi baterai dan teknologi listrik tenaga surya yang berhasil meningkatkan efisiensi.

"Kombinasi dari kedua teknologi itu menjadikan listrik dari sinar matahari dapat disimpan dengan baterai yang memiliki kapasitas besar," papar Rinaldy.

Bukan sesuatu yang tidak masuk akal jika saat ini membayangkan nantinya sudah tidak ada lagi asap kendaraan yang menyesakkan itu di jalan-jalan.

Sumber energi sarana transportasi nantinya bukan lagi bensin atau minyak solar, tetapi listrik dari baterai yang mampu menyimpan listrik dalam kapasitas besar. Bahkan, listrik yang didapat pun bisa secara cuma- cuma dari matahari.

"Pengembangan modul surya untuk mengubah cahaya matahari menjadi arus listrik, juga akan terus berkembang efisiensi maupun bentuknya," ungkap Rinaldy.

Bukan hal yang tidak mungkin lagi, jika kelak modul surya tidak lagi berbentuk lembaran kaku dan lebar seperti sekarang....


sumber : http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1182242700&1

No comments:

Post a Comment