Monday 29 March 2010

hewan/makhluk mitos asli indonesia

1. Orang Pendek
Orang Pendek adalah hewan kriptid asal Pulau Sumatera dan telah dikenal sejak 100 tahun lalu oleh penghuni hutan, penduduk, kolonis belanda dan ilmuwan. Penelitian menyebutkan bahwa orang pendek adalah primata berjalan yang memiliki sekitar 80 cm dan 150 cm.



2. Lembuswana
Makhluk Mitologi ini sering dijadikan simbol dalam kerajaan2 jaman dulu seperti Mulawarman, dan di Cungkup Sunan Prapen. Lembuswana adalah hewan dengan kepala berbentuk gajah yang menggunakan mahkota yang memiliki sepasang sayap dan di keempat kakinya terdapat cula/taji (red: seperti ayam). Masih menurut mitos penduduk sekitar sungai Mahakam, Lembuswana adalah penguasa sungai Mahakam yang tinggal dan bernaung di dasar sungai Mahakam.



3. Orang Bati
Orang Bati adalah hewan yang berada di legenda Pulau Seram. Hewan ini memiliki tubuh seperti manusia dan bersayap seperti kelelawar. Diceritakan bahwa ia tinggal di gunung Kairatu dan suka menculik anak kecil untuk disantap.



4. Naga Besukih
Naga Besukih adalah naga yang diceritakan dalam asal-usul selat Bali. Dalam cerita, Naga ini dapat dipanggil menggunakan genta pemujaan milik Begawan Sidi Mantra. Juga diceritakan bahwa ia dapat mengeluarkan emas dan permata dari dalam sisiknya.



5. Garuda

Garuda adalah salah satu dewa dalam agama Hindu dan Buddha. Ia merupakan wahana Dewa Wisnu, salah satu Trimurti atau manifestasi bentuk Tuhan dalam agama Hindu. Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip elang, tetapi tubuhnya seperti manusia. Ukurannya besar sehingga dapat menghalangi matahari.



6. Ahool
Ahool adalah hewan seperti kelelawar raksasa atau beberapa menyebutkan seekor Pterodactil yang tinggal di hutan di Pulau Jawa. Beberapa informasi mengatakan bahwa Ahool memiliki panjang sayap sekitar 3 meter. Pertama kali dijelaskan bahwa ia terlihat di gunung Salak.



7. Veo

Veo adalah hewan kriptid asal pulau Rinca dan digambarkan oleh Carl Shuker dalam buku The Beasts That Hide from Man: Seeking the World's Last Undiscovered Animals mirip Teringgiling tapi ukurannya sebesar kuda.


8. Ebu Gogo
Ebu Gogo adalah makhluk seperti manusia yang muncul pada mitologi penduduk pulau Flores, Indonesia, yang memiliki bentuk yang mirip dengan leprechaun atau peri. "Orang kecil" tersebut dikatakan memiliki tinggi satu meter, ditutupi rambut, periuk-berperut, dan dengan telinga yang menjulur. Mereka berjalan agak kikuk dan sering "berbisik" yang dikatakan sebagai bahasa mereka. Penduduk pulau juga berkata bahwa Ebu Gogo dapat mengulangi apa yang mereka katakan.


9. Warak Ngendog
Warak Ngendog adalah hewan mitos yang digambarkan seekor badak membawa telur di punggungnya. Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari Naga (Cina), Buraq (Arab) dan Kambing (Jawa). Biasanya dijadikan maskot dalam acara Dugderan yang dilaksanakan beberapa hari sebelum bulan puasa.




http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3562304

Indonesia Siap Terapkan Teknologi Nano


Jakarta- Melalui nanoteknologi, berbagai sektor mulai dari industri kimia, kosmetik, elektronik dan industri transportasi sangat merasakan dampak positifnya. Bahkan sekarang telah merambah di industri keramik, tekstil, farmasi, dan pangan. Keunggulan teknologi nano ini terletak pada ukurannya 10-9 mikrometer atau 10-3 mikrometer, lebih kecil dari ukuran bakteri yang hanya 1-100 mikrometer. Bayangkan saja, dengan teknologi nano, bubuk bedak berukuran mikro dapat secara merata di permukaan wajah, ataupun kita dapat merasakan keunggulan penyejuk ruangan dengan teknologi nano dapat secara tuntas membunuh bakteri.

Ketua Masyarakat Nano Indonesia, Nurul Taufiqu Rochman, mengungkapkan,"Indonesia sangat berpotensi mengembangkan teknologi ini mengingat pasokan bahan baku yang melimpah, jumlah SDM yang memadai, dan potensi pasar yang besar."

Dari sekitar 60 perusahaan besar berorientasi import di Indonesia, 35% nya sudah menerapkan teknologi nano untuk efektivitas produknya. Salah satu kendala dalam pengembangan nanoteknologi atau rekayasa molekul nanomolekuler di Indonesia, adalah belum terintegrasinya antar lembaga litbang pemerintah, jadi terkesan jalan sendiri-sendiri.

Presiden of Korean Nanotechnology Researchers Society, Hak Min Kim, menjelaskan, "Pemerintah Korea berkomitmen mengembangkan teknologi nano sejak tahun 2001, sedangkan pemerintah Amerika Serikat memulainya setahun sebelumnya pada pemerintahan Bill Clinton." Pemerintah AS menyediakan dana U$ 3,7 Milyar untuk lima institusi yaitu NASA, DoE, NIST, NSF dan EPA untuk mengembangkan teknologi nanonya.

Komunitas Peneliti Nano di Korea atas dukungan komitmen dari pemerintah, mulai melakukan investasi untuk pengembangan nfrastruktur nanoteknologinya, berupa pembelian instrument-instrumen pengukuran dan fabrikasi. Bahkan pihaknya ketika diminta membantu Rusia untuk pengembangan nanoteknologi, pemerintah Rusia tak segan-segan menggelontorkan anggaran sebesar U$ 4 Milyar.

Melalui Nano Award & The 2nd Internasional Conference On Advanced Material And Practical Nanotechnology ini, dapat dijadikan momentum untuk mengangkat iptek nasional sebagai isu utama dalam pembangunan industri nasional. Kedepannya, Nurul Taufiqu Rochman mengharapkan ada aliansi strategis antara lembaga pemerintahan dan swasta.

Teknologi Nano: Trendsetter Baru Dunia Ilmu Pengetahuan

Harian Kompas pernah memuat tulisan tentang pemanfaatan teknologi nano untuk membuat nanokomposit yang kekerasannya melebihi intan. Teknologi nano memang kini menjadi buah bibir di kalangan ilmuwan, karena menjanjikan masa depan yang sangat cerah. Negara-negara maju kini berlomba-lomba untuk meraih keunggulan di bidang yang sangat menarik ini. Jepang misalnya, berani menginvestasikan dana sebesar satu milyar dollar AS untuk pengembangan teknologi nanonya pada tahun 2002, disusul oleh AS dengan 550 juta dollar dan Uni Eropa dengan 450 juta dollar. Ini membuktikan komitmen negara-negara tersebut untuk pengembangan teknologi nano, sekaligus keyakinan mereka bahwa teknologi nano adalah jawaban untuk masa depan. Berikut ini akan dibahas beberapa contoh aplikasi teknologi nano yang tengah diteliti.

Teknologi nano untuk penahan cahaya pada jendela

Penahan cahaya atau kaca film berfungsi untuk menahan panas sehingga ruangan di dalam rumah atau mobil tetap sejuk. Sistem yang ada sekarang menggunakan lapisan polimer yang diaplikasikan pada permukaan kaca. Namun seringkali ruangan masih terasa panas, karena kaca film jenis ini tidak mampu menahan sinar infra merah dekat (Near Infra Red, NIR). NIR ini adalah sumber utama dari panas yang terasa di dalam ruangan, sekalipun menggunakan kaca film.

Stefan Schelm dan Geoff Smith dari University of Technology di Sydney, Australia, baru-baru ini menemukan bahwa dengan menambahkan sedikit nanopartikel Lanthanum Hexaborida (LaB6) pada polimer kaca film, efisiensi penyerapan NIR bisa ditingkatkan secara dramatis. Hal ini disebabkan oleh efek eksitasi plasma permukaan (surface plasmon excitation, SPE), yakni tereksitasinya elektron bebas di pita konduksi pada logam secara bersama-sama sehingga terjadi penyerapan energi. Ukuran partikel LaB6 sendiri harus cukup kecil untuk mencegah terjadinya penghamburan (scattering) cahaya. Lanthanum Hexaborida yang berukuran 20-200 nm ternyata bisa menyerap 95 persen NIR pada panjang gelombang 900-1200 nm, sedangkan kaca film biasa hanya menyerap sekitar 30-40 persen.

Teknologi nano untuk terapi fotodinamik

Terapi fotodinamik adalah terapi menggunakan molekul peka cahaya (photosensitizers, PSs) yang cenderung berkumpul pada sel tumor. Jika diiradiasi dengan sinar yang memiliki panjang gelombang tertentu, PSs akan tereksitasi dan mentransfer energinya kepada molekul oksigen terdekat sehingga membentuk spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species, ROSs) yang akan membunuh sel kanker di dekatnya. Dengan demikian pengobatan kanker dapat ditargetkan secara akurat tanpa merusak sel sehat. Masalahnya, kebanyakan PSs bersifat hidrofobik sehingga tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam tubuh. Untuk itu dibutuhkan suatu pembawa (carrier) yang mampu membawa PSs ke sel kanker tanpa efek samping yang mengganggu.

Paras N. Prasad dkk, dari State University of New York di Buffalo dan The Roswell Park Cancer Institute menemukan bahwa nanopartikel keramik dapat digunakan sebagai pembawa PSs dengan efisien dan aman. Bahan keramik ini mudah dibuat, dapat melindungi PSs dari pengaruh pH atau temperatur, serta memiliki sifat biokompatibel yang memungkinkan penambahan senyawa tertentu yang akan menempel pada sel kanker.

Mereka mensintesis keramik yang di-dope dengan 2-devinyl-2-(1-hexyloxyethyl) pyropheophorbida (HPPH), sejenis PSs yang sedang menjalani uji klinis fase I/II sebagai obat kanker. Pori-pori pada nanokeramik sangat kecil sehingga bisa menahan HPPH tetapi melewatkan oksigen sehingga HPPH tetap dapat memproduksi ROSs di sekitarnya dan menimbulkan kematian sel kanker.

Kemungkinan lain adalah menggunakan nanopartikel berbasis silika dengan inti magnetik. Nanopartikel ini kemudian diberi senyawa tertentu yang bisa menempel pada sel kanker dengan reseptor yang sesuai. Kemudian, jika diberi medan magnet dc, maka nanopartikel yang sudah menempel pada sel kanker akan mengakibatkan kematian sel akibat medan magnet (magneto-cytolysis) dan membunuh sel kanker tersebut.

Teknologi nano sebagai alternatif penyimpan data

Teknologi penyimpanan data sudah melompat jauh dari bahan pita magnetik sampai ke teknologi laser pada DVD dan CD-ROM. Namun, teknologi nano nampaknya akan mampu membawa penyimpanan data menjadi lebih maju lagi.

Petter Vettiger dan Gerd Binnig (Binnig adalah pemenang Nobel Fisika tahun 1986 untuk penemuan "scanning tunneling microscope", STM), dari IBM Zurich Research Laboratory, mengemukakan gagasan untuk menggunakan jarum nano (prinsip pada teknik STM) sebagai alat penyimpan data. Prototip alat ini disebut Millipede (kaki seribu).

Prinsip kerja Millipede sebenarnya sangat sederhana. Sebuah jarum berukuran nano ditempelkan pada penyangga yang kemudian dipasang di atas suatu lembaran polimer. Jika penyangga dipanaskan dengan suhu tinggi (sekitar 400 oC), maka penyangga akan memuai dan jarum akan membuat sebuah indentasi pada polimer. Indentasi tersebut dibaca sebagai sinyal 1 dan tidak ada indentasi sebagai 0. Pembacaan data juga menggunakan prinsip yang sama. Jika penyangga dipanaskan pada temperatur 300 oC, maka penyangga akan sedikit memuai dan ujung jarum tepat menyentuh permukaan polimer. Jarum tersebut kemudian akan 'terperosok' masuk ke dalam indentasi sehingga terjadi penurunan suhu dan perubahan hantaran listrik. Fenomena inilah yang kemudian digunakan untuk membaca data pada lembaran polimer.

Keuntungan lain dari sistem ini adalah kemungkinan untuk menghapus data yang sudah tertulis. Jika penyangga dipanaskan pada temperatur 400 oC dan masuk ke indentasi yang sudah ada, maka panas yang dipindahkan ke polimer mampu melelehkannya dan menutup indentasi tadi. Dengan cara ini data bisa dihapus, disimpan, dan dibaca ulang dengan cepat dan tahan lama.

Prototip Millipede yang paling mutakhir sudah bisa memuat 1.024 jarum dan penyangganya dalam chip seluas 3 mm2. Sekitar 80 persen sudah berfungsi secara baik dan sudah diuji coba untuk aplikasi langsung. Hasil ini sangat menggembirakan dan membuktikan keampuhan teknologi nano dalam teknologi penyimpanan data.

Teknologi nano memang menjanjikan banyak hal untuk masa depan. Dengan banyaknya kemungkinan penggunaan yang ada serta fleksibilitas teknologi nano yang luar biasa, tidak heran jika dalam empat sampai lima tahun ke depan, teknologi nano akan sampai ke tangan konsumen dan berperanan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar :

  1. Teknologi berukuran nano.
  2. Belanja terkait pengembangan nanoteknologi.
  3. Teknologi nano untuk penahan cahaya pada jendela
  4. Teknologi nano untuk terapi fotodinamik.
  5. Teknologi nano sebagai alternatif penyimpan data.

Teknologi Nano Berkembang Pesat : Ukuran makin Kecil, Kekuatan makin Tinggi

Teknologi nano atau nanotechnology sekarang makin pesat perkembangannya. Nanometer sendiri artinya satu per satu miliar meter, sehingga teknologi ini juga berkaitan dengan penciptaan benda-benda kecil. Di dalamnya tergabung ilmu fisika, teknik, biologi molekuler, serta kimia.

ALBERT Einstein sendiri, sebagai bagian disertasi doktornya, mengalkulasi ukuran sebuah molekul gula dari data eksperimen. Hasilnya tiap molekul berukuran sekitar satu nanometer. Hampir seratus tahun kemudian, nanometer pun telah menjadi agenda banyak peneliti.

Tapi, sebenarnya tidak semua teknologi nano tadi benar-benar nano. Ada yang aslinya menangani struktur ukuran mikron atau satu per satu juta meter, seperseribu, dan yang lebih besar daripada nano lainnya. Teknologi nano pada kebanyakan kasus juga bukan benar-benar teknologi. Tapi, lebih berupa penelitian dasar terhadap aneka struktur dengan dimensi satu sampai ratusan nanometer.

Kerancuan lainnya, sejumlah teknologi nano sudah ada sejak dulu. Contohnya partikel karbon hitam ukuran nano sudah dimanfaatkan sebagai pelekat tambahan ban mobil sejak seratus tahun silam. Vaksin yang kerap terdiri dari satu atau banyak protein berdimensi skala nano juga bisa dimasukkan dalam teknologi tersebut.

Alam telah banyak menciptakan struktur nano. Tapi, definisinya yang lebih ketat mungkin seperti yang disampaikan Mihail C Rocco dari National Science Foundation (NSF) di Amerika Serikat. Menurut Mihail dalam situs Sciam.com, teknologi nano memiliki sejumlah unsur penting; dimensinya antara satu sampai 100 nanometer, didesain melalui proses pengontrolan bahan kimia dan fisika, serta bisa digabungkan membentuk struktur lebih besar.

Dan, teknologi yang sesuai definisi tadi benar-benar ada. Misalnya penggabungan beberapa lapis nonmagnetik, tiap lapis tebalnya kurang dari satu nanometer, dapat menghasilkan sensor untuk disk drive yang lebih sensitif. Sejak diperkenalkan 1975, produk magnetik ini sudah menjadi pendorong tumbuhnya industri penyimpanan data.

Semakin kecilnya ukuran cip elektronik juga menjadi faktor yang menumbuhkan minat dalam teknologi nano. Perusahaan komputer yang mempunyai laboratorium besar, misalnya IBM dan Hewlett-Packard, memasukkan program nano dalam kegiatannya. Saat peralatan elektronik silikon konvensional tidak dipakai lagi, mungkin sepuluh atau 25 tahun mendatang, bisa dipastikan peralatan elektronik teknologi nano akan menggantikannya.

Di luar biologi dan elektronik, partikel nano dipakai untuk meningkatkan mutu produk keseharian. Misalnya perusahaan bernama Nanophase Technologies telah membuat partikel zinc oxide untuk produk tabir matahari (sunscreen), sehingga krim yang biasanya berwarna putih berubah transparan.

Teknologi impian

Pihak pemerintah AS sendiri memiliki agenda tersendiri untuk teknologi nano. Mereka ingin menciptakan bahan ukuran nano yang bisa mengurangi ukuran, berat, dan kebutuhan sumber listrik dari pesawat luar angkasa, membuat proses manufaktur ramah lingkungan, serta membentuk dasar bagi pestisida biodegradable.

Tiap penelitian mempunyai risikonya sendiri. Tapi, teknologi nano memiliki masalahnya sendiri. Keinginan mewujudkannya sebagai kaidah ilmu yang terhormat kerap tercampur dengan asosiasi para futuris yang melihat nano sebagai jalan ke techno-utopia, misalnya dunia industri tanpa polusi, kemakmuran tanpa batas, bahkan keinginan mencapai kehidupan abadi.

Tahun 1986 misalnya muncul buku Engines of Creation karya K Eric Drexler yang cukup populer. Buku ini menggambarkan sejumlah mesin nano yang secara virtual mampu memproduksi segala jenis barang, lalu melenyapkan masalah pemanasan global, menyembuhkan penyakit, serta memperpanjang usia hidup secara dramatis.

Bagi kalangan nonilmuwan, angan-angan Drexler terhadap teknologi nano dipandang sebagai jembatan penghubung dunia ilmiah dan fiksi. Ilmuwan yang selalu ingin mencari solusi pasti juga tertarik terhadap pembicaraan mengenai produk penunda ketuaan ataupun mesin penumbuh makanan.

Secara tidak langsung, karya Drexler mungkin juga bisa benar-benar menarik orang terjun ke dunia ilmiah. Sebagai subgenre buku fiksi ilmiah, karya-karya teknologi Drexler layaknya film Star Trek yang mendorong minat para remaja akan luar angkasa sehingga nantinya berkarier dalam astrofisika atau aeronautika.

Di antara para ahli kimia dan ilmuwan yang sekarang menjadi ahli teknologi nano, prediksi Drexler memiliki daya tarik tersendiri. Soalnya sampai sekarang belum dapat diciptakan mesin-mesin nanoskopik yang misalnya mampu menolong membangkitkan kembali otak yang sudah dibekukan.

Zyvex, sebuah perusahaan yang tertarik dengan teknologi nano ala Drexlerian, sudah mengalami betapa sulitnya menciptakan robot berukuran nanometer. Jadi, perusahaan tersebut sekarang lebih puas menangani elemen mikromekanis yang lebih besar.

Di luar masalah tadi, dunia teknologi nano masih bergelut untuk menyatukan pandangan. Beberapa riset akan tetap berjalan apa pun namanya. IBM misalnya akan tetap membangun produk magnetoresistive tanpa memperhitungkan apakah penelitiannya disebut teknologi nano atau bukan.

Misalnya konsep nano ini bisa disatukan, teknologinya dapat menjadi dasar untuk terjadinya revolusi industri terbaru. Supaya sukses, teknologinya tidak hanya perlu membuang mimpi tentang robot nano pembangkit mayat tapi juga menghilangkan retorika yang berlebihan. Lebih penting lagi, ilmu nano dasar harus bergerak mengidentifikasikan jenis teknologi nano yang patut diwujudkan.


sumber : http://www.nano.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1104874745

Monday 1 March 2010

Saatnya Berkendara Tanpa Asap

Asap kendaraan hasil pembakaran bahan bakar fosil adalah penyumbang terbesar gas-gas rumah kaca yang memengaruhi perubahan iklim dunia. Karena itu, sudah saatnya kini berkendara tanpa asap, yaitu dengan menggunakan sumber energi ramah lingkungan untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran.

Berbagai upaya menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil dengan energi ramah lingkungan seperti sel surya, bahan bakar nabati, atau etanol dan fuel-cell yang menggunakan hidrogen dan oksigen telah dirintis di banyak negara, termasuk juga Indonesia.

Sejak hampir sepuluh tahun lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di antaranya telah merintis pembuatan otomotif non-BBM (bahan bakar minyak).

Dua divisi di LIPI, yaitu Pusat Penelitian Fisika serta Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, sejak 1998 sudah mengkaji potensi pengembangan teknologi transportasi berbahan bakar listrik itu. Hasil pengkajian lembaga tersebut kini sudah menghasilkan berbagai prototipe sepeda, sepeda motor, dan mobil dengan sumber energi listrik.

Kepala Pusat Penelitian tenaga Listrik dan Mekatronika Mochamad Ichwan menjelaskan, E-Moto yang dipamerkan beberapa waktu lalu telah menunjukkan terobosan penting. Terobosan itu berupa harga yang relatif murah, sehingga produk relatif terjangkau.

"Berbagai komponen seperti baterai dan dinamo untuk motor listrik sebetulnya masih cukup mahal. Tetapi, E-Moto dapat dijual dengan harga Rp 4 jutaan dengan komponen baterai dan dinamo impor dari China. Produk yang murah ini yang masih sulit ditandingi jika ingin diproduksi di Indonesia," kata Ichwan.

Dewasa ini, pihak swasta pun telah mulai memasarkan produk sejenis. Pada pameran teknologi transportasi di Departemen Perindustrian, 6-8 Juni 2007, test drive atau uji coba mengendarai sepeda motor listrik (E-Moto/Electric Motor) paling menyedot perhatian pengunjung. E-Moto dikendarai hanya di halaman parkir gedung tersebut.

Ungkapan yang paling sering terucap setelah mengendarai sepeda motor listrik dengan baterai kering itu adalah rasa heran bercampur senang karena tak ada asap dan suara bising. Berkendara dengan sepeda motor yang tanpa menimbulkan asap ternyata sudah lama menjadi harapan banyak orang.

E-Moto hasil produksi PT Honoris Indonesia di bawah PT Modern Photo Tbk yang dipamerkan saat itu bukanlah satu-satunya produk teknologi transportasi ramah lingkungan yang ada saat ini. Apalagi seperti di Jepang atau China sudah sangat populer bagi warganya untuk mengendarai sepeda listrik maupun sepeda motor listrik di tengah-tengah kota.

Kapasitas produksi

Manajer Pemasaran Divisi E-Moto PT Modern Photo Tbk Teguh P Santoso menjelaskan, produk itu telah diluncurkan Februari 2007. Perusahaannya kini memiliki kapasitas produksi mencapai 1.000 unit E-Moto dalam sebulan. Sistem baterai yang digunakan tidak jauh berbeda dengan baterai pada telepon genggam. Sama sekali tanpa perawatan.

Dalam kondisi masih sempurna, baterai yang di-charge (diisi listrik) selama delapan jam mampu digunakan untuk menempuh jarak 80 kilometer dengan kecepatan maksimum 40-50 kilometer per jam.

Berbagai tipe E-Moto yang dijual dengan harga terendah berkisar Rp 4,4 juta itu bisa tergolong sebagai teknologi transportasi yang hemat.

Menurut Teguh, kebutuhan listrik untuk menempuh 80 kilometer itu sebesar 1,5 kilowatt jam (kWh). Jika dihitung sesuai tarif dasar listrik 1 kWh saat ini Rp 600, maka biaya yang dibutuhkan untuk menempuh jarak 80 kilometer adalah Rp 900.

Kemampuan daya tahan baterai paling optimum mencapai dua tahun, sedangkan dinamo sebagai penggerak roda dengan daya tahan optimum mencapai lima tahun. Untuk penggantian baterai dengan tegangan 48 volt itu saat ini memiliki harga sebesar Rp 500.000.

Bayangkan, asap sebagai polutan udara yang mengandung karbondioksida hasil pembakaran mesin pada sepeda motor, mobil, bus, kereta api, pesawat udara, dan kapal pada saatnya nanti akan hilang sama sekali!

Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Rinaldy Dalimi, dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap bidang ilmu teknik elektro belum lama ini, menyebut masa itu sebagai masa hasil Revolusi Teknologi Energi. Revolusi Teknologi Energi itu nantinya disebut sebagai Revolusi Industri Keempat.

Revolusi Industri Pertama, saat James Watt menemukan mesin uap pada 1755. Revolusi Industri Kedua, ketika Nikola Tesla pada 1888 menemukan arus listrik bolak-balik. Revolusi Industri Ketiga, ketika beberapa dekade ini dikembangkan internet sebagai hasil Revolusi Informasi Global.

Revolusi Industri Keempat, tidak lain nantinya sebagai Revolusi Teknologi Energi. Revolusi itu terjadi ketika ada lompatan besar di bidang teknologi baterai dan teknologi listrik tenaga surya yang berhasil meningkatkan efisiensi.

"Kombinasi dari kedua teknologi itu menjadikan listrik dari sinar matahari dapat disimpan dengan baterai yang memiliki kapasitas besar," papar Rinaldy.

Bukan sesuatu yang tidak masuk akal jika saat ini membayangkan nantinya sudah tidak ada lagi asap kendaraan yang menyesakkan itu di jalan-jalan.

Sumber energi sarana transportasi nantinya bukan lagi bensin atau minyak solar, tetapi listrik dari baterai yang mampu menyimpan listrik dalam kapasitas besar. Bahkan, listrik yang didapat pun bisa secara cuma- cuma dari matahari.

"Pengembangan modul surya untuk mengubah cahaya matahari menjadi arus listrik, juga akan terus berkembang efisiensi maupun bentuknya," ungkap Rinaldy.

Bukan hal yang tidak mungkin lagi, jika kelak modul surya tidak lagi berbentuk lembaran kaku dan lebar seperti sekarang....


sumber : http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1182242700&1